Langsung ke konten utama

Tumbak: Perjumpaan Identitas


Fakta menarik berdirinya Desa Tumbak. Komunitas pendatang yang bermukim di kampung tersebut adalah mayoritas Muslim, Nelayan, Suku Bajau, dan sering hidup di laut. Sementara, didesa tetangganya, dihuni oleh Kristiani, Petani, Suku Minahasa dan sering hidup di darat atau pegunungan. 

Bagaimana kedua identitas ini berjumpa dan mengelola keragaman yang ada? Apakah kehadiran para pelaut di tanah Toar tersebut mulus-mulus saja, atau mengalami proses panjang akibat dari penolakan orang "lokal"?

Hampir kebanyakan daerah-daerah yang telah di huni oleh penduduk sebelumnya di Indonesia, selalu diwarnai dengan gesekan kultural. Bagi masyarakat lokal, kehadiran pendatang dapat mengancam eksistensi mereka. Kebanyakan garapan ekonomi, politik dan sosial masyarakat setempat terganggu oleh kehadiran penduduk baru. Streotipe ini lah yang akhirnya kemudian selalu menjadi pangkal terjadinya konflik horisontal.

Dalam konteks masyarakat Tumbak, justru tidak demikian. Kehadiran perantau yang sedang melajah laut dari Gorontalo dibawah kendali Sya'ban Mau dan Syekh Abd Samad Bachdar, justru menjadi kesempatan bagi pemerintah dan masyarakat disekitar semenanjung Tumbak, mulai dari Tatengesan hingga Ratahan, untuk menyelamatkan teritori daerah itu. Sebab, jauh sebelum kedatangan para Ksatria Laut itu, tanah Tumbak sering di singgahi para bajak laut dari negeri asing. Kekayaan dan sumber daya lautnya di eksploitasi oleh mereka. 

Kehadiran Punggawa Bajo (Gelar Sya'ban Mau) dan Syekh Abd Samad Bachdar beserta rombongan, menjadi benteng bagi tanah tandus tersebut. Teror yang selama ini tercipta mulai memudar. Desa tetangga merasa aman. Bagusnya lagi, kebutuhan akan ikan laut oleh orang "gunung" sangat lancar dengan adanya penduduk Tumbak yang sering mendistribusikan ke Desa-desa tetangga, baik dalam bentuk dagang atau bantuan.

Nah, atas prestasi interaksi sosial yang diciptakan inilah, akhirnya pemerintah meminta agar rombongan yang tadinya hanya mampir rehat, untuk menetap dan mejadikan tanah lengkung itu menjadi sebuah perkampungan.

Belum lagi suku Minahasa yang dikenal selalu terbuka terhadap pendatang, akhirnya menjadikan suasana hubungan sosial dari identitas-identitas yang berbeda tadi menjadi menyatu dan rukun. (adm)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pulau Baling-Baling Tumbak Madani

Pulau Baling-Baling masuk dalam wilayah Desa Tumbak, Kecamatan Pusomaen, Kabupaten Minahasa Tenggara. Untuk sampai ke pulau ini memerlukan waktu 3 jam perjalanan dari Kota Manado. Dari desa yang mayoritas penduduknya adalah suku Bajo ini wisatawan bisa menyewa perahu dan pemandu untuk diantarkan ke Pulau Baling-Baling dengan waktu tempuh sekitar 15 menit. Ombak dan lautan biru menjadi teman yang setia sebelum tiba di Pulau yang memiliki hamparan pasir putih ini. Guratan karang yang terhantam ombak hingga karang yang pecah terbelah dua menjadi sisi lain pemandangan yang dapat memanjakan mata. Teruslah melangkah hingga ke titik pendakian yang berada di sisi pulau. Dari sini, perjalanan akan lebih berat karena harus mendaki dengan jalur yang terjal. Sebagai tips, disarankan Anda pegangan dengan rumput atau batang yang tumbuh di atas tanah, usahakan pada saat mendaki badan condong ke depan agar memudahkan tubuh untuk mengatur keseimbangan. Pakailah alas kaki, karena banyak keri...

Ikhtisar Tumbak Madani

1.          Nama, arti dan latar belakang Nama Tumbak artinya Tombak, yaitu sejenis senjata yang digunakan dalam perang maupun sebagai alat penangkap ikan atau hewan lain. Nama tersebut diambil dari tunas pohon posi-posi yang banyak terdapat di Tumbak. Tunas tersebut berbentuk menyerupai ujung tombak yang dalam Bahasa setempat dinamakan tumbak. Kisah lain mengatakan konon dahulu ditempat ini terjadi peperangan antara Burger di Belang dan Perompak Mindanow Filipina yang bersenjatakan Panah dan Tombak. 2.         Sejarah pembukaan desa Tumbak Dibuka oleh Abdusamad Bachdar pada tanggal 22 April 1918 atas izin dan tawaran dari Hukum Kedua Belang, Rulan Maringka yang mendapat persetujuan dan pengukuhan dari Hukum Besar Ratahan, Supit. 10 buah perahu soppe beranggotakan 67 orang  dadanakang  (bersaudara) pimpinan Punggawa Tilamuta, Sya’ban Mau adalah cikal bakal penduduk desa Tumbak. Pada tahun...

Surga Tumbak dan Tumbak Madani

OLEH PRIYANTONO OEMAR Dilaokku kallumangku Ma bukoknu busayangku lepaku Ma bittaknu tummuangku dalleku Irwan Mau (52 tahun) mendendangkan lagu Bajo itu di hadapan kami. Warga Desa Tum bak itu kemudian me nerjemahkan untuk kami. \"Lautku penghidupanku/ Di pundak mu kukayuh bahteraku/ Di perutmu kutemukan rezekiku\'\' Tak berlebihan jika warga Desa Tum bak dan Desa Tumbak Madani di Ke camatan Pusomaen, Minahasa Teng gara, itu menggantungkan hidupnya pada laut. Tak ada lahan pertanian di desa mereka. `\'Desa kami dibangun di tanjung pasir yang tandus, yang tiap bulan selalu ada air pasang dan air surut. Air bersih dialirkan dari desa lain,\'\' ujar Muhammad Ibrahim, hukum tua Desa Tumbak Madani, kepada saya, awal Januari 2016. Syekh Abdul Samad Bachdar, lahir di Gorontalo berayahkan Arab Yaman Syekh Al Haj Husein Bachdar, mem - berikan kesaksian tentang Tumbak lewat syairnya. Tandus pasir merupa tanjung, Cecile dan sempit letaknya lengkung Tiada bert...